Apakah Program Bayi Tabung Bisa Dilakukan Pada Usia Berapapun?

Amanda Astrillia
3 min readJun 11, 2021

--

Mitos atau fakta bayi tabung, bahwa usia pasangan tidak terbatas dalam menjalani program bayi tabung? Dengan berbagai alasan, sebagian pasutri memilih untuk menunda memiliki anak. Segala sesuatu yang terlalu cepat atau pun terlambat tentu bukan situasi yang ideal. Jadi, pada dasarnya sangat masuk akal apabila pasutri berencana membangun keluarga dan memiliki anak sembari tetap mempertimbangkan faktor usia mereka.

Fakta yang ada, program bayi tabung (dan teknologi-teknologi medis yang menyertainya) dilakukan sebagai terobosan terhadap masalah usia pasutri. Sementara, sebagaimana kesuburan alami yang menurun seiring bertambahnya usia, peluang pasutri untuk berhasil dalam program bayi tabung juga dapat dipengaruhi oleh usia mereka.

Data statistik dari CDC, misalnya, menunjukkan bahwa bagi wanita di bawah usia 35 tahun, peluang keberhasilannya untuk melahirkan bayi lewat program bayi tabung adalah sebesar 33 persen. Bagi wanita berumur 38 hingga 40 tahun, tingkat keberhasilan turun menjadi hampir setengahnya, yaitu hampir 17 persen. Sedangkan bagi wanita berusia 43 hingga 44 tahun, angka kelahiran hidup per siklus hanya 3 persen.

Karena itulah, pada saat pasutri memutuskan untuk menempuh program bayi tabung, idealnya adalah mereka memiliki pengetahuan tentang layanan-layanan lainnya di bidang program kehamilan berbantu. Antara lain mengombinasikan program bayi tabung dengan pemanfaatan bank sperma, bank sel telur, dan bank embrio. Juga ada sekian banyak langkah yang dapat diikhtiarkan agar pasutri dapat menyiasati waktu sehingga sesuai dengan rencana-rencana hidup mereka lainnya. Bahkan kami menyarankan agar setiap calon pasutri juga dapat meluangkan waktu untuk berkonsultasi tentang seluk-beluk perencanaan kehamilan agar memiliki kesiapan lebih matang lagi.

Setelah ovarium menghasilkan cukup banyak sel telur matang, dokter akan mengeluarkan sel telur dari tubuh istri. Pemetikan sel telur adalah prosedur bedah kecil yang dilakukan terhadap pasien dalam kondisi dibius. Dengan menggunakan ultrasound untuk melihat ke dalam organ reproduksi istri, dokter menempatkan instrumen khusus melalui vagina lalu masuk ke ovarium dan folikel. Sebuah jarum kecil dihubungkan ke alat pengisap yang dengan lembut menarik sel telur keluar dari setiap folikel.

Di laboratorium berlangsung proses inseminasi, yaitu dipertemukannya sel telur istri dengan sperma suami. Sel telur dan sperma itu itu kemudian diletakkan dalam sebuah wadah khusus dan di sanalah terjadi pembuahan. Pada suami dengan sperma yang memiliki motilitas (gerakan) lebih rendah, spermanya bisa saja disuntikkan langsung ke dalam sel telur untuk mendorong pembuahan. Sperma dalam sel telur yang telah dibuahi mengalami pembelahan dan menjadi embrio. Satu tim yang terdiri dari dokter, perawat, dan para pekerja laboratorium secara teratur memantau perkembangan embrio itu.

Beberapa hari kemudian, satu atau lebih embrio ditransfer ke dalam rahim istri. Caranya, dokter memasukkan selang tipis melalui serviks ke dalam rahim dan memasukkan embrio langsung ke dalam rahim melalui selang tersebut. Kehamilan terjadi jika salah satu embrio menempel di dalam lapisan rahim istri. Pasca transfer embrio, istri diminta untuk beristirahat selama beberapa waktu guna memaksimalkan proses tertanamnya embrio di dalam rahimnya. Istri dapat kembali menjalani aktivitas normal keesokan harinya. Dokter juga dapat memberikan pil atau suntikan hormon progesteron setiap hari selama delapan hingga sepuluh pekan pertama setelah transfer embrio. Progesteron akan memperkuat embrio untuk bertahan hidup di rahim.

--

--